Rancangan Penelitian
WACANA MENYAMBUT TAHUN BARU SAKA:
KAJIAN ANTROPOLINGUISTIK
1. Pendahuluan
Bahasa Bali adalah salah satu bahasa daerah yang ada di Indonesia yang masih hidup dan berkembang, serta dipelihara dengan baik oleh masyarakat penuturnya, yaitu masyarakat Bali yang berada di Pulau Bali, serta masyarakat Bali di daerah transmigrasi. Bahasa Bali sebagai bahasa ibu dipakai secara luas dalam berbagai kehidupan masyarakat
Dalam kedudukannya sebagai bahasa daerah, bahasa Bali berfungsi sebagai: (1) lambang identitas daerah Bali, (2) lambang kebanggaan daerah
Bahasa Bali sebagai dalam hubungannya dengan kegiatan ritual bagi umat Hindu memiliki dua fungsi, yaitu 1) sebagai alat komunikasi dan 2) sebagai pengantar kegiatan ritual tersebut. Hal itu sejalan dengan pendapat Malinowski dalam (Sibarani, 2004:44) yang membedakan fungsi bahasa menjadi dua, yaitu : (1) pragmatik (practical use) dan (2) ritual (magical use).
Bahasa Bali dalam fungsi ritual diartikan sebagai sebuah wacana berbahasa
Wacana menyambut Tahun Baru Saka adalah sebuah wacana yang di dalamnya terdapat struktur linguistik dan makna. Struktur linguistik tercermin dalam mantra sebagai pengatar ritual. Sedangkan makna tersurat dan tersirat terdapat dalam wujud ritual yang digunakan.
Penelitian yang berhubungan dengan masalah bahasa dengan antropologi yang dikenal dengan nama antropolinguistik/linguistik antropologi sebenarnya sudah banyak dilakukan oleh para peneliti terdahulu. Hal itu terbukti dengan adanya data empirik tentang hasil penelitian, baik yang telah terbit berupa buku maupun yang belum diterbitkan. Berikut adalah beberapa hasil penelitian yang dimaksud.
(1) “Wacana Ritual Masyarakat Tenganan Pegringsingan” (Sartini, 1998).
(2) “Ulap-Ulap: Wacana Ritual Masyarakat Hindu di Bali” (Sudiartha, 2000).
(3) Teologi & Simbol-Simbol dalam Agama Hindu (Titib, 2001).
(4) “Wali Padi: Upacara Penghormatan pada Dewi Sri” (Riana, 2001).
(5) “Aksara Bali dalam Upacara Caru Rsi Gana dalam Perspektif Linguistik Kebudayaan” (Mandra, 2003).
(6) “Wacana Seremonial di Desa Campo Ago, Buleleng: Studi Semiotik Sosial” (Riana, 2003).
(7) “Wacana Ritual Nangluk Marana: Kajian Linguistik Antropologi” (Bandana, 2006).
(8) “Segehan: Wacana Ritual Umat Hindu di Bali” (Bandana, 2007).
Hasil-hasil penelitian tersebut, sebagian besar telah mengungkapkan struktur dan makna wacana ritual Hindu, namun sungguh berbeda dengan penelitian yang akan penulis lakukan. Penelitian yang berjudul “Wacana Menyambut Tahun Baru Saka: Kajian Antropolinguistik” ini akan difokuskan pada struktur linguistik dan makna wacana dalam hubungannya dengan kegiatan menyambut Tahun Baru Saka atau Hari Raya Nyepi. Penelitian sebelumnya belum ada yang mengungkap masalah yang akan penulis bahas dalam penelitian ini. Oleh krena itu, penelitian ini mutlak perlu dilakukan.
Berdasarkan uraian tersebut, ada beberapa masalah yang menurut penulis perlu dikaji dan dicari pemecahannya, yaitu:1) bagaimanakah struktur linguistik wacana tersebut?, 2) bagaimakah makna tersurat dan tersirat yang terdapat dalam wujud ritual wacana tersebut?
2 Tujuan
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menggali nilai-nilai budaya Bali yang sampai saat ini masih hidup dan berkembang dalam masyarakat
Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya, yaitu mendeskripsikan struktur linguistik wacana tersebut dan mendeskripsikan dan menggali makna wacana tersebut.
3. Ruang Lingkup dan Lokasi Penelitian
Ruang lingkup pembicaraan dalam penelitian yang berjudul: “Wacana Menyambut Tahun Baru Saka: Kajian”, berkaitan dengan kegiatan menyambut Tahun Baru Saka 1930 yang jatuh pada hari Jumat, 7 Maret 2008. Kegiatan tersebut adalah kegiatan dilaksanakan di tingkat banjar dan rumah tangga, di Banjar Benbiyu, Desa Peguyangan Kaja, Kecamatan Denpasar Utara, Kota Denpasar. Pemilihan lokasi penelitian ini penulis harapkan dapat mewakili seluruh lokasi yang ada di Bali karena pada prinsipnya kegiatan menyambut Tahun Baru Saka di masing-masing daerah di
4. Landasan Teori dan Konsep
4.1 Landasan Teori
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori antropolinguistik. Antropolinguistik adalah cabang ilmu yang mempelajari variasi dan penggunaan bahasa dalam hubungannya dengan perkembangan waktu, perbedaan tempat komunikasi, system kekerabatan, pengaruh kebiasaan etnik, kepercayaan, etika bahasa, adat istiadat, dan pola-pola kebudayaan lain dari suatu suku bangsa. Antropolinguistik menitik beratkan pada hubungan antara bahasa dan kebudayaan di dalam suatu masyarakat (Sibarani, 2004:50).
Di Amerika, ilmu tersebut dikenal dengan nama linguistik antropologi “anthropological linguistics”. Istilah itu dikemukakan oleh Duranti (1997); dan Foley (1997).
Antropolinguistik atau linguistik antropologi memiliki beberapa padanan, yaitu etnolinguistik/linguistik etnologi dan linguistik kebudayaan. Linguistik antropologi yang merupakan cabang linguistik dan menaruh perhatian pada: (1) pemakaian bahasa dalam konteks sosial dan budaya yang luas, dan (2) pada peran bahasa dalam mengembangkan dan mempertahankan aktivitas budaya serta struktur sosial. Dalam hal ini, linguistik antropologi memandang bahasa melalui konsep antropologi yang hakiki dan melalui budaya, serta menemukan makna di balik penggunaannya, menemukan bentuk-bentuk bahasa, register, dan gaya (Foley, 1997:3); (Pastika, 2002:90). Dalam kaitan bahasa dengan antropologi, bahasa merupakan bagian dari kebudayaan (Halliday, 1977 dalam Sutjaja, 1990:59).
Istilah linguistik kebudayaan di Indonesia, pada mulanya diajukan oleh Sutan Takdir Alisjahbana (1977). Suharno (1982) menggunakan istilah linguistik kultural. Dalam rangka pengembangan kajian interdisipliner antara linguistik dan kebudayaan, Bagus (1995) menamakannya ”linguistik kebudayaan” (Mbete dalam Bawa dan Cika (Ed), 2004: 18).
Palmer (1996:36) menggunakan istilah linguistik budaya. Linguistik budaya adalah sebuah disiplin ilmu yang muncul sebagai persoalan dari ilmu antropologi yang merupakan perpaduan dari ilmu bahasa dan budaya. Linguistik budaya secara mendasar tidak hanya berhubungan dengan kenyataan objektif, namun juga mengenai bagaimana orang/masyarakat itu berbicara, mengenai dunia yang mereka gambarkan sendiri. Linguistik budaya berhubungan dengan makna/arti yang bersifat interpretatif (penafsiran), atas keseluruhan konteks (linguistik, sosial, dan budaya).
Menurut Riana (2003:8), linguistik kebudayaan adalah sebuah studi yang meneliti hubungan intrinsik antara bahasa dan budaya, bahasa dipandang sebagai fenomena budaya yang kajiannya berupa “language in cultural” atau “language and cultural”. Mbete (2004:25) mengatakan bahwa : “secara ontologis, linguistik kebudayaan menjadikan bentuk, fungsi, dan makna pemakaian bahasa sebagai objek materi kajiannya”.
Wacana menyambut tahun baru Saka adalah bahasa yang merupakan bagian dari pengalaman masyarakat Hindu Bali yang digunakan untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan menggunakan simbol-simbol tertentu. Kata sebagai bagian dari wacana memiliki makna tersurat dan tersirat. Oleh karena itu, teori semiotik sosial seperti yang dikemukakan oleh Zoest dan Sudjiman, (1992:1--7), Saussure (1957:16), (Halliday & Roqaiya Hasan, (1992:5), dan Hodge dan Kress (1988:261) juga digunakan dalam penelitian ini.
4.2 Konsep
4.2.1 Wacana
Wacana adalah satuan bahasa yang lengkap dan merupakan satuan gramatikal yang tertinggi atau terbesar. Sebagai satuan bahasa yang lengkap, maka dalam wacana itu berarti terdapat konsep, gagasan, pikiran, atau ide yang utuh, yang bisa dipahami oleh pembaca (dalam wacana tulis) atau pendengar (dalam wacana lisan), tanpa keraguan apapun. Sebagai satuan tertinggi atau terbesar, berarti wacana itu dibentuk dari kalimat atau kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan gramatikal dan persyaratan wacana lainnya. Wacana itu direalisasikan dalam bentuk karangan yang utuh (novel, buku, seri ensiklopedi, dsb.), paragraf, kalimat, atau kata yang membawa amanat yang lengkap (Chaer,1994: 267; Kridalaksana, 2001:231; Santoso, 2003:5).
4.2.2 Tahun Saka
Tahun Saka adalah tahun yang dipakai oleh umat Hindu yang berbeda 78 tahun dari tahun Masehi (Dinas Pendidikan Dasar Provinsi Bali, 1991:702). Menurut Hardaniwati, Menuk, Isti Nureni, dan Hari Sulastri (2003:575), Cormentyna Sitanggang dkk. (2004:743) tahun Saka adalah tahun Jawa yang dihitung mulai 78 tahun sesudah Masehi berdasarkan cerita kedatangan Aji Saka di tanah Jawa.
Tahun Baru Saka dalam masyarakat
4.2.3 Struktur dan Bentuk
Bentuk adalah cara bagaimana suatu peristiwa disajikan. Bentuk adalah struktur yang mengorganisasikan elemen-elemen pengalaman (Shipley, 1962:166--167). Dalam bentuk terkandung unsur-unsur yang kemudian akan dikaji dalam fungsi dan makna. Kridalaksana (1982:26) mengatakan bahwa bentuk adalah penampakan atau rupa satuan bahasa; satuan gramatikal atau leksikal yang dipandang secara fonis (yang bersangkutan dengan bunyi bahasa) atau grafemis (yang berhubungan dengan tulisan atau huruf). Adapun struktur atau bentuk yang dimaksud dalam hal ini adalah struktur linguistik yang membentuk wacana menyambut Tahun Baru Saka. Bentuk juga diartikan sebagai wujud persembahan untuk menyambut Tahun Baru Saka.
2.2.4 Makna
Makna menurut Palmer (1976: 22) tidak semata-mata merefleksikan realitas dunia nyata, tetapi lebih menampakkan minat atau perhatian dari pemakainya. Sementara itu, Halliday (1978:112, 123—124) mengatakan bahwa bahasa sebagai proses sosial tidak terlepas dari seperangkat makna atau teks. Makna diproduksi dan direproduksi berdasarkan kondisi sosial tertentu dan melalui pelaku dan objek-objek materi tertentu. Makna dalam hubungannya dengan subjek dan objek secara konkret tidak bisa diuraikan, kecuali berdasarkan seperangkat hubungannya dengan struktur sosial masyarakat, hubungan peran, dan perilaku.
Dillon (1977:99) memberikan penjelasan makna dengan menitik beratkan pada dua kategori, yaitu: 1) eksistensi makna berhubungan dengan konteks, dan 2) makna sering berhubungan secara timbal balik dengan sistem kepercayaan yang dianut oleh penutur suatu bahasa. Makna yang dimaksud dalam penelitian ini tidak hanya makna berdasarkan teks, tetapi juga makna berdasarkan konteksnya yang terdapat dalam struktur linguistik dan bentuk-bentuk persembahan. Makna wacana menyambut tahun baru Saka dalam hal ini diartikan sebagai sebuah kata yang memiliki makna tersurat dan tersirat (Riana, 2003:10--11).
5. Model Penelitian
Bagan 1.
Model Penelitian Wacana Menyambut Tahun Baru Saka
WACANA MENYAMBUT TAHUN BARU SAKA
(WMTBS)
TEORI ANTROPOLINGUISTIK
ANALISIS STRUKTUR ANALISIS WUJUD ANALISIS MAKNA
LINGUISTIK WMTBS RITUAL WMTBS WMTBS
STRUKTUR LINGUISTIK WUJUD RITUAL MAKNA WACANA
WBTBS WMTBS WMTBS
TEMUAN PENELITIAN
Keterangan:
= : arah kajian, terdiri atas
= bagian yang dipentingkan
6. Metode Penelitian
Metode dalam penelitian ini dibedakan menjadi tiga, yaitu 1) metode dan teknik pemerolehan data, 2) metode dan tenik analisis data, dan 3) metode dan teknik penyajian hasil analisis data.
Pada tahap pemerolehan data, dalam penelitian ini digunakan beberapa metode, yaitu: (1) metode studi pustaka, (2) metode observasi, dan (3) metode wawancara. Ketiga metode itu dibantu dengan teknik: catat, rekam, dan dokumentasi.
Analisis data diawali dengan menelaah seluruh data yang didapat berdasarkan observasi, wawancara, catatan lapangan, foto, rekaman, dan sebagainya. Setelah dibaca, dipelajari dan ditelaah, langkah selanjutnya adalah mereduksi data dengan membuat abstraksi/rangkuman untuk selanjutnya dilakukan penyusunan dalam satuan-satuan (Moleong, 1996:190). Setelah itu, dilakukan pemeriksaan keabsahan data. Langkah berikutnya adalah terjemahan data, dan penafsiran terhadap makna yang terkandung di dalam wacana menyambut tahun baru Saka. Dalam hal ini, peneliti dibantu oleh informan kunci. Hasil dari analsisis data disajikan dengan metode formal dan metode informal seperti yang dikemukakan oleh Sudaryanto, (1982:16).
7. Sumber Data
Sumber data dalam tulisan ini dibedakan menjadi dua, yaitu: sumber data lisan dan sumber data tulisan. Data tulisan yang dimaksud adalah data yang terdapat di dalam buku, naskah, ataupun lontar. Sumber-sumber yang dimaksud adalah sebagai berikut.
1) Buku, Ajaran Agama Hindu: Acara Agama (IBP. Sudarsana, 2003).
2) Naskah Salinan Lontar Sunarigama dan Sri Jaya Kesunu (I Made Gambar, tt.).
3) Buku, Panca Yadnya (Pemprov.
4) Alih Aksara Lontar Tutur Lebur Gangsa (Dinas Kebudayaan Provinsi
2002).
Adapun alasan pemilihan buku-buku dan naskah-naskah tersebut adalah semata-mata karena penulis banyak menemukan data yang berhubungan dengan wacana menyambut tahun baru Saka, baik yang menyangkut struktur mantra dan wujud persembahani. Data ini adalah data skunder yang akan banyak membantu penulis di dalam analisis ataupun penyelesaian laporan.
Sebagai sumber data lisan adalah data yang didapatkan melalui observasi langsung dan wawancara dengan informan/responden di lapangan. Informan/responden yang dimaksud adalah: pemuka adat, pemangku, pendeta, dan tokoh masyarakat atau orang yang dianggap mengetahui tentang masalah yang dikaji.
8. Langkah Kerja
8.1 Persiapan
Pada tahap persiapan dilakukan hal-hal sebagai berikut:
(1) Studi pustaka;
(2) Menyusun rancangan penelitian;
(3) Merevisi rancangan penelitian.
8.2 Pengumpulan data
Pada tahapan ini dilakukan hal-hal sebagai berikut
(1) mengumpulkan data dari perpustakaan;
(2) mengumpulkan data dari informan;
(3) mencatat data.
8.3 Pengolahan data
Pada tahap ini dilakukan hal-hal sebagai berikut:
(1) menelaah data;
(2) mereduksi data;
(3) menyusun data;
(4) menafsirkan;
(5) membuat simpulan.
8.4 Penyusunan Laporan
Dalam tahapan ini dilakukan hal-hal sebagai berikut:
(1) menyusun naskah laporan edisi pertama;
(2) menyerahkan laporan untuk dinilai;
(3) memperbaiki laporan berdasarkan masukan dan saran penilai; dan
(4) memperbanyak naskah laporan sebanyak yang diperlukan.
9. Jadwal Penelitian
Lama penelitian terhitung mulai tahap persiapan sampai dengan penyerahan naskah laporan edisi terakhir adalah enam bulan. Penyusunan rancangan penelitian dilakukan pada bulan Maret 2008. Berikutnya ditindaklanjuti dari bulan April s.d. September 2008.
10. Pelaksana Penelitian
Pelaksana penelitian Wacana Menyambut Tahun Baru Saka: Kajian Antropolinguistik, adalah sebagai berikut:
Penanggung Jawab: Drs. C. Ruddyanto, M.A., Kepala Balai Bahasa Denpasar
Pelaksana : I Gde Wayan Soken Bandana, S.S, M.Hum.
11. Pembiayaan
Biaya penelitian ini sepenuhnya dibebankan pada Anggran Rutin Balai Bahasa Denpasar, Tahun 2008.
Denpasar, 9 Maret 2008
Penyusun,
I Gde Wayan Soken Bandana, M.Hum.
NIP 132206632
DAFTAR PUSTAKA
Bagus, I Gusti Ngurah, dkk. 1981. Kedudukan dan Fungsi Bahasa
Bawa dan I Wayan Cika (penyunting). 2004. Bahasa dalam Perspektif Kebudayaan. Denpasar: Universitas Udayana.
Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum.
Crystal, David. 1985. A Dictionary of Linguistics and Phonetics ed. Ke-2.
Cormentyna Sitanggang dkk. 2004. Kamus Pelajar: Sekolah Lanjutan Tingkat Atas.
Dinas Pendidikan Dasar Propinsi Dati I
Dillon, George L. 1977. Introduction to Contenporary Linguistics Semantics.
Duranti, Alessandro. 1997. Linguistik Anthropology.
Eriyanto. 1995. Analisis Wacana.
Foley, William A. 1997. Anthropological linguistics: An Introduction.
Halliday, M.A.K. 1978. Language and Social Semiotic: The Social Interpretation of Language and Meaning.
Halliday dan Ruqaiya Hasan. 1992. Bahasa, Konteks, dan Teks: Aspek Bahasa dalam Pandangan Semiotik Sosial (terjemahan Asruddin Borori Tau).Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Hardaniwati, Menuk, Isti Nureni, dan Hari Sulastri. 2003. Kamus Pelajar: Sekolah lanjutan Tingkat Pertama.
Hodge, Robert dan Kress. 1988. Social Semiotics.
Kridalaksana, Harimurti. 1982. Kamus Linguistik.
Kridalaksana, Harimurti. 2001.Kamus Linguistik Edisi Ketiga.
Mbete, Aron Meko. 2004. Lingusitik Kebudayaan: Rintisan Konsep dan Beberapa Aspek Kajiannya. (Dalam Bawa, I Wayan dan I Wayan Cika (penyunting): Bahasa dalam Perspektif Kebudayaan). Denpasar: Universitas Udayana.
Moleong, Lexy J. 1996. Metodologi Penelitian Kualitatif.
Palmer, F.R. 1976. Semantics: A New Out Line.
Palmer, Gary B. 1996. Toward A Theory Of Cultural Linguistics.
Pastika, I Wayan. 2002. “Nuansa Gender Dalam Bahasa Kita”. Dalam Srikandi: Jurnal Studi Jender Vol. 2 No. 2 Tahun 2002. Denpasar: Pusat Studi Wanita Lembaga Penelitian Universitas Udayana.
Riana, I Ketut. 2003. “Linguistik Budaya: Kedudukan dan Ranah Pengkajiannya”. Dalam Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap dalam Bidang Linguistik Budaya pada Fakultas Sastra Unud. Denpasar: Universitas Udayana.
Santoso, Riyadi. 2003. Semiotika Sosial:Pandangan Terhadap Bahasa.
Saussure, Ferdinand de. 1957. Course in General Linguistics.
Shipley, Joseph T. 1962. Dictionary of Word Literature: Critism, Form, Technique.
Sibarani, Robert. 2004. Antropolinguistik:Antropologi Lingusitik, Linguistik Antropologi.
Sudaryanto. 1982. Metode Linguistik, Kedudukan, Aneka Jenisnya, dan Faktor Penentu Wujudnya.
Sutjaja, I Gusti Made. 1990. Perkembangan Teori M.A.K. Halliday (dalam Bambang Kaswanti Purwo (penyunting). 1990. PELLBA 3.
Zoest, A.V. dan Panuti Sudjiman (penyunting) 1992. Serba-Serbi Semiotika.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar